TEMUAN - TEMUAN DILAPANGAN OLEH ANGGOTA LSM KRI
Sabtu, 31 Oktober 2015
MULAI 1 NOVEMBER 2015 KARTU LSM KRI YANG LAMA HARUS DISETORKAN KE SEKJEN 1
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Saya himbaukan kepada seluruh Anggota LSM KRI Yang telah terdaftar di LSM KRI PUSAT
untuk segera mengembalikan Kartu Yang Lama karena sudah TIDAK BERLAKU
maka untuk itu silahkan menghubungi Ketua Bpk. Sunarman atau Datang Langsung ke SEKJEN 1
dan setiap KARTU Baru hanya punya satu QR CODE. yang dicetak oleh cahaya ingin maju bersama
Saya himbaukan kepada seluruh Anggota LSM KRI Yang telah terdaftar di LSM KRI PUSAT
untuk segera mengembalikan Kartu Yang Lama karena sudah TIDAK BERLAKU
maka untuk itu silahkan menghubungi Ketua Bpk. Sunarman atau Datang Langsung ke SEKJEN 1
dan setiap KARTU Baru hanya punya satu QR CODE. yang dicetak oleh cahaya ingin maju bersama
CONTOH KARTU YANG BERLAKU
Jumat, 16 Oktober 2015
KARTU ASLI KRI PUSAT MULAI TANGGAL 1 NOVEMBER 2015
Setiap Anggota LSM KRI PUSAT dilengkapi dengan SURAT TUGAS dan Kartu Anggota LSM KRI
bilamana ada Kecurigaan tentang Identitas Kartu Anggota KRI yang ASPAL maka dapat menghubungi alamat Pencetak ID. CARD RESMI cahayainginmajubersama.blogspot.com
atau @mail. = cahayapakis@gmail.com atau alamat Jl, Raya Bunut Wetan 980 d/a Cahaya Computer Bunut Wetan dengan Nomor Rekening BRI Syariah 1007870918 an NURKHOZIN
Perlu kami Tekankan sekali Lagi Bahwa Kartu yang lama untuk semua Anggota KRI seluruh Wilayah Indonesia untuk segera dikembalikan ke SEKJEN 1 KRI d/a Jl. Raya Bunut Wetan 980 atau Hub 081554980751 / 085334118574
CONTOH KARTU YANG TIDAK BERLAKU Mulai Tanggal 1 November 2015
PEDOMAN HUKUM KRI PUSAT
LSM KOMANDO
RAKYAT INDONESIA
berpedoman kepada
1. UU No 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. UU No.28
tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari bentuk KKN,
3. UU.No 30
tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
4. UU No.32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, PP No.71 tahun 2000 tentang peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi,
5. Inpres No.5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi,
6. UU No. 8 tahun 1985 Organisasi Kemasyarakatan,
7. UU No.14 2008 tentang Keterbukaan Infomasi
Publik,
8. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
9. UU No.01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan,
10. UU No.10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan
Perundangan-Undangan,
11. UU No.15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
12. UU No.25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan
Pembagunan Nasional.
Peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi,
saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya
UU
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari
KKN, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti
Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk
dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut :
1.
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
2.
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
3.
Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001).
4.
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5.
Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:
a.
pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara
dalam keadaan perang;
b.
setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan
orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang
c.
setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d.
setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan
perang.
e.
Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang atau yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
6.
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh
orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No. 20
tahun 2001).
7.
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001).
8.
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001):
a.
menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat,
atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b.
membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat,
atau daftar tersebut; atau
c.
membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat,
atau daftar tersebut.
9.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
10.
Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :
a.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
c.
hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d.
seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan
menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan,
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri;
f.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah merupakan
utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak,
padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
i.
pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
11.
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001).
12.
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,
atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999).
13.
Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas
menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai
tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini
(Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999).
Malang, 17 oktober 2015
Ditulis
oleh SEKJEN LSM KRI
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KOMANDO RAKYAT INDONESIA
ANGGARAN DASAR &
ANGGARAN
RUMAH TANGGA
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT
KRI INDONESIA
=================================
ANGGARAN DASAR &
ANGGARAN RUMAH TANGGA
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT
KRI INDONESIA
================================
ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
ANGGARAN DASAR
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TUJUAN
Pasal 1
NAMA
LEMBAGA SWADAYA KRI INDONESIA
Pasal 2
WAKTU
Lembaga ini didirikan tanggal 14 Desember 2014 untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan
Pasal 3
KEDUDUKAN
Lembaga
Swadaya Masyarakat KRI yang
berkedudukan Di Ds. Jambon RT 10 RW 02 Pakiskembar Kecamatan Pakis Kabupaten Malang
,berkedudukan pertama kalinya dikabupaten Malang,yang memiliki wilayah kerja
Diseluruh Indonesia dan dapat membuka perwakilan – perwakilannya di kota dan
atau dikabupaten diseluruh Indonesia,yang akan ditetapkan selanjutnya sesuai
kondisi, situasi dan kabupaten yang ditentukan oleh Pengurus melalui Surat
Keputusan yang dikeluarkan oleh Pengurus.
BAB II
DASAR, TUJUAN, KEGIATAN
Pasal 4
DASAR
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI
INDONESIA
Berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945
Pasal 5
TUJUAN
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI
INDONESIA Bertujuan
1.
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA
Bertujuan turut andil dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia
2.
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA mengawal ,mengawasi dan memberikan solusi atau
bantuan hukum kepada masyarakat yang terdholimi berkaitan dengan hokum
3.
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA memerangi lembaga atau peyelenggara pemerintah baik
negeri maupun swasta apabila melakukan upaya- upaya penyimpangan / korupsi
4.
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA bertujuan turut andil dalam membangun ekonomi
masyarakat Indonesia
melalui usaha- usaha ekonomi kerakyatan.
Pasal 6
KEGIATAN
Dalam rangka
mencapai tujuan LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA melakukan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
1.
Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan hukum
2.
Sosialisasi undang –
undang dan aturan – aturan hukum yang ada di Indonesia untuk masyarakat
3.
Melakukan upaya – upaya
pemberdayaan masyarakat termasuk pendampingan masyarakat , konsultasi masalah
hukum dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan
4.
Melakukan usaha- usaha
lainya yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan lembaga , dalam arti
yang seluas – luasnya.
BAB III
Pasal 7
SIFAT
LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA bersifat agamis , dinamis ,fleksibel, social
kemasyarakatan dan tidak berorientasi pada keuntungan semata ( profit oriented
). Sebaliknya ,lembaga ini menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat
khusunya masyarakat pedesaan.
BAB IV
Pasal 8
KEKAYAAN LEMBAGA
Kekayaan Lembaga bersumber dari :
1.
Penghasilan dari Usaha –
usaha lembaga
2.
Sumbangan atau bantuan
dari badan nasional maupun Internasional yang tidak mengikat.
3.
Hibah, wakaf, Zakat dan
shodaqoh
4.
Donatur – donatur tetap
atau tidak tetap
BAB V
KEANGGOTAAN , DEWAN DAN PENDIRI DAN DEWAN PENGURUS
Pasal 9
KEANGGOTAAN
Warga Negara Indonesia dapat diterima menjadi anggota LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
a.
Berusia antara 18 (
delapan Belas ) tahun / sudah menikah
b.
Sanggup aktif mengikuti
kegiatan yang ditentukan oleh LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA menerima dan memperjuangkan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, program umum dan peraturan – peraturan lembaga.
Pasal 10
1.
Anggota diberhentikan
karena :
a. Meninggal dunia
b. Atas permintaan sendiri atau mengudurkan diri
c. Diberhentikan
2.
Tata cara pemberhentian
dan hak membela diatur dalam peraturan lembaga
BAB VI
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 11
Setiap anggota berkewajiban :
1.
Menghayati dan
mengamalkan landasan perjuangan dan mematuhi Anggaran dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Lembaga
2.
Mentaati keputusan hasil
musyawarah anggota
3. Melaksanakan dan mentaati semua keputusan lembaga
4. Mencegah setiap usaha dan tindakan – tindakan yang
merugikan kepentingan lembaga
5. Menghadiri pertemuan dan rapat – rapat
Pasal 12
Setiap anggota berhak :
1. Memperoleh perlakuan yang sama dari lembaga
2. Mengeluarkan pendapat, usul, dan saran
3. Memilih dan dipilih sebagai pengurus
4. Memperoleh perlindungan, Pembelaan, Pendidikan,
Pelatihan, dan bimbingan sebagai kader.
Pasal 13
DEWAN PENDIRI
1. Anggota dewan pendiri lembaga ini terdiri dari :
a.
Mereka yang mendirikan
lembaga
b.
Seseorang yang atas usul
dari seseorang anggota dewan pendiri yang hendak mengundurkan diri untuk
menjadi penggantinya.
2. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh rapat
Anggota dewan Pendiri
3. Pemberhentian angota dewan pendiri dilakukan karena
meninggal dunia, mengundurkan diri, melakukan tindakan yang menyimpang serta
merusak visi,misi dan citra baik lembaga.
4. Dewan pendiri berhak dan berkewajiban mengawasi
jalannya lembaga, apabila salah satu anggota dewan pendiri meninggal dunia atau
mengundurkan diri maka penggantinya oleh rapat anggota dewan pendiri.
Pasal 14
DEWAN PENGURUS
1. Lembaga ini diurus oleh suatu dewan pengurus yang
terdiri dari seorang ketua atau lebih, dibantu oleh seorang sekretaris atau
lebih, seorang bendahara atau lebih dan beberapa devisi.
2. Ketua dipilih oleh anggota melalui perwakilan –
perwakilan , dan ketua memilih pengurus – pengurus lainnya melalui suatu
musyawarah besar yang akan diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah tangga
lembaga
3. Dewan pendiri dapat mengangkat beberapa dewan pakar,
penasehat, pelindung dan atau pengawas.
BAB VII
KEWAJIBAN DAN
KEWENANGAN DEWAN PENGURUS
Pasal 15
KEWAJIBAN DEWAN
PENGURUS
1. Dewan Pengurus Wajib menjunjung tinggi dan menjalankan
peraturan – peraturan dalam anggaran dasar ini, serta melakukan upaya
terwujudnya tujuan lembaga
2. Dewan pengurus mengatur seperluanya dalam anggran
rumah tangga lembaga, peraturan – peraturan pelaksana dari anggaran dasar ini
dan membuat serta menyusun peraturan – peraturan yang dianggap perlu bagi
lembaga dengan ketentuan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
3. Peraturan – peraturan yang dimaksud dalam ayat 2
diatas baru dianggap sah setelah memperoleh persetujuan diri dewan pendiri.
Pasal 16
KEWENANGAN DEWAN
PENGURUS
1. Ketua, sekretaris dan bendahara mewakili dewan
pengurus dan berhak menentukan program kerja serta melakukan tindakan apa saja
yang diperlukan untuk mendukung tercapainya tujuan program dengan dibatasi
untuk meinjamkan atau memijami uang dan atas nama lembaga, membeli, membebani
lembaga sebagai penanggung atau penjamin. Untuk ketiga hal tersebut diperlukan
persetujuan tertulis dari dewan pendiri.
2. Surat – surat keluar yang penting
ditanda tangani oleh ketua dan sekretaris
3. Surat – surat yang mengenai
penerimaan keuangan ditanda tangani ketua dan bendahara.
4. Devisi – devisi bekerja sesuai dengan bidang yang
ditanganinya.
Pasal 17
RAPAT DAN KEPUTUSAN
1. Dewan pengurus wajib mengadakan rapat sekurang –
kurangnya setahun sekali.atau setiap waktu yang dianggap perlu
2. Semua rapat dewan pengurus dipimpin oleh ketua , jika
tidak hadir diwakili oleh sekretaris atau bendahara.
3. Dengan tidak mengurangi ketentuan – ketentuan lainya
dalam anggran dasar ini, maka rapat dewan pengurus dianggap sah apabila
dihadiri sekurang – kurangnya setengah lebih satu dari jumlah anggota dewan
pengurus.
4. Dalam keadaan tertentu keputusan yang belum final
dapat dirapat plenokan melalui pengurus harian ( ketua, sekretaris dan
bendahara )
5. Dalam rapat dewan pengurus setiap anggota mempunyai
hak mengeluarkan pendapat.
6. Apabila salah satu dewan pengurus tidak hadir dalam
rapat dewan pengurus maka yang bersangkutan member kuasa kepada dewan pengurus
yang hadir.
Pasal 18
KEPUTUSAN
Keputusan – keputusan
rapat dewan pengurus dianggap sah apabila disetujui sekurang – kurangnya
setengah lebih satu dari jumlah yang hadir.
BAB IX
KADER
Pasal 19
1. Kader LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA adalah tenaga inti pengerak lembaga disetiap
tingkatan yang telah mendapat perbekalan dari lembaga
2. Ketentuan dalam jenjang kader diatur dalam peraturan
organisasi
BAB X
IDENTITAS ORGANISASI
PASAL 20
1. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA memiliki lambang ,motto,
bendera dan atribut – atribut lainya
bendera dan atribut – atribut lainya
2. Setiap symbol yang muncul dari lambang LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI
INDONESIA memiliki arti sebagai berikut :
a.
Bumi Bulat mempunyai arti bahwa Hukum berlaku untuk semua
Bangsa
b.
Keris adalah
senjata Khas Indonesia yang
tiada duanya Bahkan Pangeran Diponegoro
mempergunakan sebagai Senjata untuk mengusir Penjajah Belanda dari Bumi Indonesia.
mempergunakan sebagai Senjata untuk mengusir Penjajah Belanda dari Bumi Indonesia.
c.
Timbangan dengan Warna Kuning dikanan kirinya mempunyai
Arti Keadilan Bagi semua Masyarakat
yang merupakan Harapan Warga Negara Indonesia yang berdaulat
yang merupakan Harapan Warga Negara Indonesia yang berdaulat
3. Tulisan KRI Mempunyai Arti yang Luas yang berarti
KEADILAN untuk RAKYAT Indonesia
Seutuhnya
Seutuhnya
4. Motto LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI INDONESIA adalah Menciptakan
Keadilan Masyarakat Yang
Berkepastian Hukum
5. Bendera LEMBAGA SWADAYA
MASYARAKAT KRI berwarna
putih di dalamnya ada LOGO
BUMI BULAT Dengan KERIS TEGAK BERDIRI mengangkat
Timbangan dengan ADILNYA
BAB XI
HAK BICARA DAN HAK
SUARA
Pasal 21
Hak bicara dan hak suara
peserta musyawarah anggota dan rapat kerja diatur sebagai berikut :
1. Hak bicara pada dasarnya menjadi hak perorangan yang
penggunaanya diatur dalam peraturan organinasasi
2. Hak suara yang dilakukan dalam pengambilan keputusan
pada dasarnya dimiliki oleh anggota atau peserta atau yang pengunaanya diatur
dalam peraturan organisasi
BAB XII
KEUANGAN
Pasal 22
1. Iuran anggota ditentukan oleh peraturan LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA
2. Hal – hal yang menyangkut pemasukan dan pengeluaran
keuangan dari dan untuk LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KRI INDONESIA wajib dipertanggung jawabkan dalam forum yang
ditentukan oleh peraturan lembaga
3. Khususnya dalam penyelenggaraan musyawarah anggota dan
rapat kerja,semua pemasukan dan pengeluaran keuangan harus dipertanggung
jawabkan kepada dewan pendiri melalui verifikasi yang dibentuk untuk itu
BAB XIII
PENYEMPURNAAN
Pasal 23
Penyempurnaan anggaran
rumah tangga dapat dilakukan oleh rapat kerja pengurus bersama dewan pendiri
yang khususnya membicarakan hal ntersebut, yang selanjutnya dipertanggung
jawabkan kepada musyawarah anggota berikutnya.
BAB XIV
TAHUN BARU
Pasal 24
1. Tahun buku lembaga ini berjalan dari tanggal 1 ( satu
) Januari sampai tanggal 31 ( tiga puluh satu )desember
2. Buku – buku lembaga harus ditutup selambat – lambatnya
dalam waktu 1 ( satu ) bulan setelah tutup buku, dari penutupan buku – buku
tersebut oleh dewan pengurus harus dibuat suatu perhitungan tentang penerimaan
dan pengeluaran lembaga selama 1 9 satu ) tahun
3. Perhitungan tersebut disertai pertanggung jawaban yang
bersangkutan berikut laporan tahunan , harus disampaikan kepada rapat anggota
dewan pendiri untuk dimintakan persetujuan dan pengesahan.
4. Pengesahan dari perhitungan dan pertanggung jawaban
tersebut oleh dewan pendiri, berarti memberikan pelunasan dan pembenahan
sepenuhnya kepada dewan pengurus atas segala tindakan dan perbuatan terhadap
lembaga selama 1 ( satu ) tahun buku yang bersangkutan.
BAB XV
PERUBAHAN ,
TAMBAHAN, PERUBAHAN
Pasal 25
1. Keputusan untuk merubah dan menambah peraturan lembaga
ini hanya sah jika diambil dalam satu rapat anggota dewan pendiri sekurang-
kurangnya setengah lebih dari jumlah anggota hadir
2. Rapat yang dimaksud dalam ayat 1 diatas dipimpin oleh
seorang ketua dewan pendiri, apabila ketua dewan pendiri tidak hadir maka rapat
dipimpin oleh seorang yang dipilih dari anggota dewan pendiri yang hadir
3. Setiap mengadakan rapat anggota dewan pendiri harus
melalui undangan secara tertulis dan kiriman maximal 2 ( dua ) minggu sebelum
hari “ H”
4. Keputusan untuk membubarkan lembaga inihanya dapat
dilaksankan oleh rapat anggota dewan pendiri berdasarkan pertimbangan bahwa
keadaan lembaga sudah keluar dari visi dan misi / lembaga dalam keadaan sudah
tidak layak untuk operasional.
BAB XVI
Pasal 26
LIKUIDASI
Apabila lembaga ini
dibubarkan maka dewan pengurus wajib menyelesaikan hutang lembaga dibawah
pengawasan dewan pendiri, dan sisa kekayaannya jika ada pengunaanya akan
ditentukan oleh dewan pendiri dengan memperhatikan maksud dan tujuan lembaga.
BAB XVII
ANGGARAN RUMAH
TANGGA
Pasal 27
1. Anggaran Rumah Tangga Ditetapkan Dasn Diubah Oleh
Rapat Anggota
2. Anggaran rumah tangga membuat ketentuan – ketentuan
yang menurut anggaran dasar harus diatur dalam anggran rumah tangga dan
ketentuan – ketentuan mengenai hal – hal yang dianggap perlu oleh rapat anggota
3. Anggaran rumah tangga dan peraturan – peraturan lain
dari badan pengurus tidak boleh membuat ketentuan – ketentuan yang bertentangan
dengan anggaran dasar ini.
BAB XVIII
PENUTUP
Pasal 28
1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga adalah
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainya.
2. Hal – hal yang belum tercantum dalam anggaran dasar
diatur dalam anggaran rumah tangga.
ANGGARAN
RUMAH TANGGA
BAB I
STATUS ORGANISASI
Pasal 1
1. Organisasi ini bersifat independent danb tunggal dalam
arti tidak mempunyai anak Organisasi.
2. Organisasi ini dapat membentuk lembaga yang berkaitan
dengan kepentingan ,peelaksanaan organisasi dan lembaga tersebut berada dibawah
devisi menjadi unit ketua Pelaksana
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 2
1. Hak keanggotaan adalah mereka yang telah mendaftarkan
dan memiliki Kartu anggota, yang akan diatur dan dikeluarkan oleh pusat
2. Keanggotaan akan gugur memakai kartu anggota yang
tidak berlaku lagi
BAB III
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 3
1.
Susunan Organisasi
a.
Ketua
b.
Wakil Ketua
c.
Sekretaris
d.
Wakil sekretaris
e.
Bendahara
f.
Wakil berndahara
g.
Devisi Pemberdayaan
h.
Devisi Pendampingan
nasyarakat
i.
Devisi monitoring
j.
Devisi Humas
k.
Devisi Advokasi.
2 masing –
masing devisi dapat membentuk unit – unit pelaksana untuk menunjang
realisasi program – program lembaga
3. Untuk susunan
pengurus harian didalam kepengurusan dewan pengurus dapat menyesuaikan
sesuai dengan tingkat kebutuhan.
BAB III
MEKANISME KEWENANGAN ORGANISASI
Pasal 4
1. Kepengurusan pusat disebut Komisariat nasional atau
disingkat KOMNAS dan wilayah kerjanya membawai seluruh cabang – cabang yang
berada di daerah – daerah.
2. Dalam keadaan Situasional Komisariat Nasional dapat
mengambil langkah – langkah yang dipandang perlu guna penyelamatan organisasi
terhadap kondisi dan atau jajaran dewan pengurus di daerah – daerah atau cabang
sampai tingkatan bawah.
3. Kepengurusan daerah disebut Komisariat daerah atau
disingkat KOMDA dan wilayah kerjanya membawai seluruh cabang dalam satu wilayah
daerah tingkat II
4. Kepengurusan cabang disebut komisariat Cabang atau
disingkat KOMCAM dan wilayah kerjanya membawai seluruh kepengurusan disingkat
KOMDES atau KOMKEL dalam satu wilayah kecaamtan.
5. Kepengurusan Desa / Kelurahan disebut Komisariat Desa
/ kelurahan atau disebut KOMDES atau KOMKEL atau POS PARIKESIT INDONESIA untuk
melaksankan tugas diluar wilayah kerja yang bersangkutan yang berada di wilayah
kerja yang bersangkutan yang berada diwilayah kerja yang bersangkutan yang
berada diwilayah kerja wilayah lain.
BAB IV
MUSYAWARAH BESAR ( MUBES )
Pasal 5
1. Mubes dilakukan minimal 5 tahun sekali
2. Mubes dilakukan tiap – tiap tingkatan komisariat untuk
memilih ketua dan dewan pengurus
3. Mubes dilaksanakan untuk membahas aturan – aturan
tambahan yang akan dimasukkan dalam anggaran rumah tangga organisasi.
4. Peserta Mubes yaitu dewan pengurus, perwakilan –
perwakilan cabang komisariat , undangan dan untuk Mubes Nasional harus dihadiri
oleh Dewan Pendiri
BAB V
PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA
Pasal 6
1. Pembentukan unit pelaksana dibentuk berdasarkan
kebutuhan lembaga
2. Unit pelaksana dibentuk bertujuan untuk mendukung
program – program lembaga untuk masyarakat.
3. Pemebntukan unit pelaksana dibentuk berdasarkan
keputusan Komisariat Nasional yang ditanda tangani sekretaris dan ketua.
Pasal 7
Unit devisi pemberdayaan
1. Unit Sumber daya
Alam bertujuan utnuk mengakomodir dan memaksimalkan sumber
daya alam yang ada dimasyarakat untuk dapat dimaksimalkan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan Masyarakat
2. Unit Sumber daya
Manusia dan Tehnologi bertujuan untuk
membangun dan mengembangkan sumber daya manusia dan tehnologi dalam rangka
untuk peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat serta Anggota
3. Unit Sosial dan
Budaya bertujuan untuk menggali potensi –
potensi budaya Indonesia
dalam rangka untuk memperkokoh jati diri bangsa Indonesia serta membangun kepekaan
social dimasyarakat.
4. Unit Ekonomi
Kerakyatan bertujuan untuk memaksimalkan dan
menggali potensi – potensi pembangunan ekonomi lembaga yang berdasarkan ekonomi
kerakyatan yang mengakar dimasyarakat serta membentuk badan – badan usaha yang
berbasis ekonomi kerakyatan.
BAB VI
DISIPLIN DAN TATA TERTIB
Pasal 8
Disiplin
Setiap anggota
berkewajiban memegang teguh disiplin organisasi dan akan dikenakan sanksi oleh
pengurus, atas pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan Organisasi.
Pasal 9
Tata Tertib
Peraturan tata tertib
organisasi dan lain – lain akan ditetapkan oleh komisariat Nasional
BAB VII
PENUTUP
Pasal 10
Perubahan Anggaran Rumah
Tangga
Perubahan Anggaran Rumah
Tangga Organisasi hanya dapat dilakukan oleh masyarakat besar Nasional
Pasal 11
Hal – Hal lain
Hal – hal lain yang
belum diatur dalam Anggaran Rumah tangga ini. Akan diatur ditetapkan oleh Dewan
Penggurus Komisariat Nasional
Langganan:
Postingan (Atom)